JAKARTA | Sibercrimenews.com – Mahkamah Agung (MA) terus berupaya memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dengan membangun budaya kerja yang berintegritas dan menolak praktik suap. Sebagai langkah nyata, Kepaniteraan MA resmi menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang mengacu pada ISO 37001:2016.

Panitera MA, Dr. Heru Pramono, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa penerapan SMAP merupakan wujud keseriusan dalam menciptakan peradilan yang bersih.

Dibutuhkan komitmen semua pihak untuk melaksanakan SMAP. Pimpinan sebagai role model juga harus memberikan contoh dalam kehidupan dan tata kerja sehari-hari,” ujarnya dalam Podcast MARI ke Monas yang bertajuk “Bongkar! Rahasia Cara MA Cegah Suap di Peradilan dengan SMAP”, Selasa (16/9/2025).

Sementara itu, Muh. Djauhar Setyadi, S.H., M.H., Inspektur Wilayah I Badan Pengawasan MA sekaligus Ketua Pokja SMAP, menegaskan pentingnya instrumen ini.

Ketika suatu pengadilan masih ada penyuapan, hal itu akan menghilangkan jati diri atau mengurangi nilai dari lembaga peradilan itu sendiri,” katanya.

Heru mengakui, Kepaniteraan MA sebagai eselon I pertama yang menerapkan SMAP menghadapi sejumlah tantangan seperti resistensi, keraguan, dan ketidaksiapan dari personel yang mencapai hampir 800 orang. Namun, menurutnya, kondisi tersebut justru memunculkan ruang diskusi dan masukan berharga.

Sejumlah langkah konkret telah dilakukan, mulai dari sosialisasi, inventarisasi risiko, pencanangan pada 5 Maret 2025, hingga deklarasi pembangunan SMAP pada 13 Maret 2025. Selain itu, hampir seluruh sistem kerja di Kepaniteraan kini sudah berbasis elektronik melalui aplikasi SIAP-MA.

Djauhar menambahkan, Pokja SMAP sedang menyusun strategi agar penerapan sistem ini tidak hanya terbatas di tingkat eselon I, tetapi juga dapat diperluas hingga pengadilan banding dan tingkat pertama.

Heru pun berharap, penerapan SMAP dapat terus berjalan meskipun terjadi pergantian pimpinan.

Apabila kita bisa menerapkan SMAP ini, saya yakin kita dapat mempercepat Visi Mahkamah Agung, sehingga tidak harus menunggu 2035 untuk mencapai Terwujudnya Badan Peradilan yang Agung,” tutupnya.

Penulis: Sudirlam

Sumber: Humas Mahkamah Agung

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *